Jumat, 05 Oktober 2012

Permasalahan Guru di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia. Tanpa adanya pendidikan, manusia tidak akan mampu meningkatkan level kehidupan, ini mencakup tingkat kesejahteraan, tingkat kedudukan, dan tingkat peradaban. Hal ini membuat negara di seluruh penjuru dunia berlomba meningkatkan mutu pendidikannya, tak terkecuali Indonesia. Karena pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (SISDIKNAS. 2003: 3)
Hakikat pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Dalam arti yang luas pendidikan berisi tiga pengertian, yaitu: pendidikan, pengajaran, dan pelatiahan. Pendidikan mengandung suatu pengertian yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek kepribadian manusia.pendidikan menyangkut hati nurani, nilai-nilai, perasan, pengetahuan, dan ketrampilan.
Pendidikan bertujuan untuk mencapai kepribadian individu yang lebih baik, bukan untuk merusak kepribadian. Nilai-nilai yang ditrasformasikan mencakup nilai-nilai religi, nilai-nilai kebudayaan, nilai pengetahuan, dan teknologi, serta nilai ketrampilan. Nilai-nilai tersebut di transformasikan dalam rangka mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Tujuan pendidikan merupakan suatu gambaran dari falsafah hidup atau pandangan hidup manusia,baik secara perorangan maupun kelompok(bangsa dan negara).
Kegiatan pembelajaran di sekolah adalah kegiatan pendidikan pada umumnya, yang menjadikan siswa menuju keadaan yang lebih baik. Pendidikan dalam hal ini sekolah tidak dapat lepas dari peran guru sebagai fasilitator dalam penyampaian materi. Profesionalisme seorang guru sangatlah dibutuhkan guna terciptanya suasana proses belajar mengajar yang efisien dan efektif dalam pengembangan siswa yang memiliki kemampuan beragam. Pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik.
Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global.
Permasalahan pendidikan di Indonesia adalah pendidikan yang diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Sistem pendidikan juga mengalami masalah dari atas ke bawah. Sistem pendidikan ini tidak membebaskan karena para peserta didik dianggap manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru mentransfer pengetahuan ke peserta didik dan bila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Peserta didik hanya menampung apa saja yang disampaikan guru. Permasalahan selanjutnya model pendidikan di Indonesia dimana manusia yang dihasilkan hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya.




1.2. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana deskripsi Guru?
2.      Bagaimana permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia?
3.      Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Guru di Indomesia?

1.3. Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui deskripsi Guru.
2.      Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi Guru di Indomesia.
3.      Untuk mengetahui solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Guru di Indonesia.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi Guru
Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan megevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pedidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Secara etimologis atau dalam arti sempit guru yang berkawajiban mewujudkan program kelas adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran disekolah/kelas. Secara lebih luas guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing. Guru dalam pengertian terakhir bukanlah sekedar orang yang berdiri didepan kelas untuk menyampaikan materi pengatahuan tertentu, akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan peserta didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.
Banyak orang berpendapat bahwa guru hanya bertugas menyampaikan sejumlah materi kepada peserta didik di dalam suatu kelas. Sehingga interaksi yang terjadi hanya satu arah dan menjadikan peserta didik menjadi pasif dalam proses belajar mengajar. Dan dalam proses pembelajaran itu menjadikan guru dan buku pelajaran sebagai pusat kegiatan kelas.

2.2 Permasalahan yang dihadapi Guru di Indonesia
Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal, informal maupun nonformal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, guru tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi mereka. Namun dalam kenyataannya segala hal mengenai pendidikan tidak terlepas dari permasalahan yang timbul terutama dalam proses pembelajaran. Padahal sedikit saja masalah yang timbul akan mempengaruhi hasil yang akan dicapai. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh guru di Indonesia antara lain :
1.      Masalah Kualitas Guru
Kualitas guru Indonesia, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 2002/2003, dari 1,2 juta guru SD saat ini, hanya 8,3%nya yang berijasah sarjana. Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana seorang guru (khususnya SD), sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran (guru kelas) yang tidak jarang, bukan merupakan inti dari pengetahuan yang dimilikinya, hal seperti ini tentu saja dapat mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal.
Keadaan guru di Indonesia juga amat menyedihkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah masih kurang memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan profesionalismenya. Secara kuantitatif, sebenarnya jumlah guru di Indonesia relatif tidak terlalu buruk. Apabila dilihat ratio guru dengan siswa, angka-angkanya cukup bagus yakni di SD 1:22, SLTP 1:16, dan SMU/SMK 1:12. Meskipun demikian, dalam hal distribusi guru ternyata banyak mengandung kelemahan yakni pada satu sisi ada daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah guru, dan di sisi lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak kasus, ada SD yang jumlah gurunya hanya tiga hingga empat orang, sehingga mereka harus mengajar kelas secara paralel dan simultan.
Bila diukur dari persyaratan akademis, baik menyangkut pendidikan minimal maupun kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan kepada anak didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi kualitas mengajar (under quality).
Hal itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia sebenarnya tidak memenuhi kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi seperti itu, diharapkan pendidikan yang berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat mencerdaskan kehidupan anak dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak didik. “Sangat kurang tepat bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak didik, namun mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

2.      Jumlah Guru yang Masih Kurang
Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yag tersedia saat ini, dirasakan masih kurang proporsional, sehingga tidak jarang satu ruang kelas sering di isi lebih dari 30 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar yang di anggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.

3.      Masalah Distribusi Guru
Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil, masing sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan.
Pendidikan seharusnya menjadi skala prioritas bagi agenda pembangunan pemerintahan daerah. Akselerasi pembangunan pendidikan yang sedang dilaksanakan saat ini merupakan bagian dari upaya perbaikan dan peningkatan kualitas SDA. Pembangunan pendidikan di daerah harus bersifat adil,partisipatif, dan terintegrasi sehingga kesenjangan mutu yang ada saat ini dapat diatasi dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Salah satu permasalahan dunia pendidikan yang di hadapi saat ini adalah masalah pemerataan distribusi guru. Masalah pemerataan distribusi guru akan menjadi perhatian serius Dinas Pendidikan,banyak dinas pendidikan kabupaten atau kota mengajukan permintaan tenaga kependidikan .Proyek percontohan bermutu kemendiknas yang didukung pendanaan dari Bank Dunia, memfasilitasi Dinas Pendidikan untuk meninjau, menganalisis dan mengembangkan rekomendasi-rekomendasi di bidang pengelolaan guru. Rasionya seringkali memperlihatkan bahwa kabupaten atau kota mengalami kelebihan guru dan bahasa ketimpangan yang besar terjadi antara kota dan kecamatan. Penyebaran guru tidak merata di seluruh system pendidikan yang terkonsentrasi di sekolah-sekolah perkotaan. Sedangkan yang bersedia mengajar di daerah pedesaan hanya sedikit.
Distribusi guru hingga kini masih timpang sehingga terkesan bahwa persoalan mendasar tentang guru ada pada kekurangan jumlah yang bersifat menahun, padahal fakta menunjukkan bahwa rasio guru-siswa Indonesia terbilang sangat cukup bahkan cukup baik jika di bandingkan dengan beberapa Negara maju lainnya.

4.      Masalah Kesejahteraan Guru
Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru-guru kita sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi seperti ini, telah merangsang sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis di lingkungan sekolah dimana mereka mengajar. Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat meningkatkan profesinalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis di sekolah.


5.      Kesalahan yang Sering Dilakukan Guru dalam Proses Belajar Mengajar
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus atas nama pengabdian guna pencapaian tujuan pendidikan nasional yang menyeluruh. Berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatan kualitas guru, namun tidak dapat dipungkiri jika guru sebagai manusia pernah melakukan kesalahan dalam menunaikan tugas dan fungsinya tanpa disadari. Dimana kesalahan sekecil apapun kesalahan yang dilakukan guru dalam pembelajaran akan mempengaruhi perkembangan peserta didik. Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan guru dalam proses belajar mengajar menurut E. Mulyasa dari berbagai hasil kajian, antara lain :
a)      Mengambil Jalan Pintas dalam Pembelajaran
Mendidik, mengajar serta membimbing peserta didik merupakan tugas guru dalam proses pembelajaran. Guru harus memiliki kemampuan untuk memahami peserta didik dengan berbagai macam karakter agar mampu membantu mereka dalam menghadapi kesulitan belajar. Oleh karena itu, guru dituntut untuk memahami berbagai model pembelajaran yang efektif agar dapat membimbing peserta didik secara optimal. Dalam hal perencanaan, guru dituntut untuk membuat persiapan mengajar yang efektif dan efisien. Namun tidak sedikit guru yang merasa sudah dapat mengajar dengan baik serta mengambil jalan pintas dengan tidak membuat persiapan ketika akan melakukan pembelajaran, sehingga guru yang mengajar tanpa persiapan berakibat pembelajaran di kelas berlangsung seadanya dan tanpa arah. Mengajar tanpa pesiapan, selain merugikan guru sebagai tenaga professional juga akan sangat mengganggu perkembangan peserta didik. Banyak perilaku guru yang negatif dan menghambat perkembangan peserta didik yang diakibatkan oleh perilaku guru yang mengambil jalan pintas dalam pembelajaran.
b)      Menunggu Peserta Didik Berperilaku Negatif
            Dalam pembelajaran di kelas, guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik yang semuanya ingin diperhatikan. Peserta didik akan berkembang secara optimal melalui perhatian guru yang positif, sebaliknya perhatian yang negatif akan menghambat perkembangan peserta didik. Mereka senang jika mendapat pujian dari guru dan merasa kecewa jika kurang diperhatikan. Namun kebanyakan guru salah paham tentang mengajar, dengan anggapan mengajar adalah menyampaikan materi kepada peserta didik dan memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Tidak sedikit guru yang sering mengabaikan perkembangan kepribadian peserta didik, serta lupa memberikan pujian kepada mereka yang berbuat baik dan tidak membuat masalah. Banyak peserta didik berperilaku negatif seperti kurang disiplin, mengganggu teman tidak mengerjakan pekerjaan rumah dan lainnya agar mendapatkan perhatian dari guru karena jika peserta didik terlibat masalah maka sudah kewajiban guru untuk membimbing dan memperhatikan peserta didik untuk menyelesaikan masalah tersebut, sehingga perhatian guru yang diberikan ke peserta didik akan mempengaruhi perkembangan peserta didik.
c)      Menggunakan Destructive Discipline
Dalam pembelajaran sangat diperlukan tindakan yang disiplin baik dari pihak guru maupun peserta didik sendiri. Jika guru tidak memiliki rencana tindakan yang benar, maka dapat terjadi kesalahan yang tidak semestinya. Misalnya, guru memberikan hukuman kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kesalahan yang dilakukannya terkadang hukuman melebihi hal yang wajar kemudian guru memberikan tugas-tugas yang harus dikerjakan peserta didik di luar kelas (Pekerjaan Rumah), namun jarang sekali guru yang mengoreksi pekerjaan peserta didik dan mengembalikannya dengan berbagai komentar, kritik dan saran untuk kemajuan peserta didik. Yang sering dialami peserta didik adalah gru sering memberikan tugas, tetapi tidak pernah memberi umpan balik terhadap tugas-tugas yang dikerjakan. Tindakan tersebut merupakan upaya pembelajaran dan penegakan disiplin yang destruktrif, yang sangat merugikan perkembangan peserta didik. Tindakan destructive discipline yang dilakukan oleh guru dapat menimbulkan masalah yang fatal, yang tidak hanya mengancam perkembanganpeserta didik, tetapi juga mengancam keselamatan guru akibat penegakan disiplin yang kurang efektif.
d)     Mengabaikan Perbedaan Peserta Didik
Tidak sedikit guru yang lupa memperhatikan perbedaan peserta didik dan tanpa sadra mengabaikan perbedaan peserta didik. Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang unik, seperti  kekuatan, kelemahan, minat, dan perhatian yang berbeda-beda, latar belakang keluarga, latar belakang sosial ekonomi, dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam aktifitas, kreatifitas, intelegensi, dan kompetensinya. Memang hal tersebut tidaklah mudah, guru sering kesulitan untuk mengetahui perbedaan-perbedaan peserta didik terutama di kelas besar. Guru harus mampu mengoptimalkan bakat, minat, skill dan kemampuan peserta didik serta senantiasa membimbing peserta didik dalam mengeksplor diri mereka untuk pencapaian yang sesuai dengan karakteristik mereka.
e)      Merasa Paling Pandai
Kesalahan ini berangkat dari kondisi bahwa pada umumnya para peserta didik disekolahnya relatif lebih muda dari gurunya, sehingga guru merasa bahwa peserta didik tersebut lebih bodoh dibanding dirinya, peserta didik dipandang sebagai gelas yang perlu di isi air ke dalamnya. Hal tersebut tidak lagi bersesuaian dengan perkembangn zaman sekarang, karena dalam kondisi seperti saat ini peserta didik dapat belajar melalui internet dan berbagai media massa, yang mungkin guru belum menikmatinya. Sehingga tidak menutup kemungkinan peserta didik bias lebih pandai dari gurunya. Oleh sebab itu sebagai tenaga professional, guru harus senantiasa belajar dan terus belajar sebagai tuntutan era globalisasi. 
f)       Tidak Adil (Diskriminatif)
Suatu pembelajaran yang menimbulkan hasil baik dan efektif adalah yang mampu memberi kemudahan belajar secara adil dan merata, sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Keadilan dalam pembelajaran meupakan kewajiban guru dan hak peserta didik untuk memperolehnya. Dalam prakteknya banyak guru yang tidak adil, sehingga merugikan perkembangan peserta didik yang menimbulkan kecemburuan sosial, dan ini merupakan kesalahan guru yang sering dilakukan, terutama dalam penilaian. Penilaian merupakan upaya untuk memberikan penghargaan kepada peserta didik sesuai dengan usaha yang dilakukannya selama proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam memberikan penilaian harus dilakukan secara adil serta objektif, dan benar-benar merupakan cermin dari kemampuan dan perilaku peserta didik.
g)      Memaksa Hak Peserta Didik
Memaksa hak peserta didik merupakan kesalahan yang sering dilakukan guru, sebagai akibat dari kebiasaan guru berbisnis dalam pembelajaran, sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan. Guru boleh saja memiliki pekerjaan sampingan, memperoleh penghasilan tambahan, itu sudah menjadi haknya, tetapi tindakan memaksa bahkan mewajibkan peserta didik untuk membeli buku tertentu sangat fatal serta kurang bisa digugu dan ditiru. Sebatas menawarkan boleh saja, tetapi kalau memaksa kasihan bagi orang tua yang tidak mampu, selain itu hal tersebut akan mempengaruhi kondisi peserta didik itu sendiri menjadi tidak baik.






2.3. Solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Guru di Indonesia
Dengan menilik kondisi dan perkembangan dunia yang semakin menglobal sementara kedudukan guru yang tidak tergeserkan dalam fungsinya sebagai pencerdas bangsa dan memajukan dunia pendidikan, tentunya menjadi ‘kemestian’ kata kunci ‘profesional’ guru yang wajib selalu ditingkatkan disamping perlu juga dilakukan program-program lain yang mendukung.
            Karena itu, guru jangan sampai hanya disibukkan dengan mengajar saja (meski memang sudah menjadi aktivitas rutin yang dilakoni guru), tapi juga harus mampu menampilkan profesionalitasnya dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Beberapa hal yang perlu dilakukan, adalah :
1.      Dengan karya nyata dan sikap seorang gurulah yang mampu mengangkat harkat dan martabatnya serta diakui keprofesionalannya oleh masyarakat.
2.      Guru perlu berpikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya guru harus melakukan pengayaan dan pembaruan di bidang ilmu, pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya secara terus menerus.
3.      Mengefektifkan perubahan budaya mendengar dan mendongeng menjadi budaya membaca, menulis, dan diskusi. Karena dengan budaya membaca, menulis, dan diskusi akan tumbuh kehidupan ilmiah di tengah masyarakat khususnya kalangan guru.
4.      Guru harus paham dan melakukan penelitian-penelitian guna mendukung efektifitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru tidak terjebak dengan praktek pengajaran yang menurut asumsinya sudah efektif, namun kenyataannya justru bisa mematikan kreativitas peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian dapat memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5.      Gurupun mesti mampu melakukan dialektika dengan realitas kehidupan (kontekstual) hari ini. Hal ini dianggap penting, karena tanpa adanya dialektika dengan realitas kehidupan akan kehilangan makna dan konteks pembelajaran yang disampaikan, sehingga proses pembelajaran nantinya seperti di ruang hampa, hanya ilusi atau sekedar fatamorgana. Berdialektika dengan realitas kehidupan maka fungsi pragmatis akan bersinergi dengan fungsi idealis, sehingga akan berguna dalam pemberian makna pembelajaran bagi masa kekinian maupun masa yang akan datang.
6.      Bagi pemerintah, penting untuk mengkaji ulang kurikulum perkuliahan institusi penghasil guru, dengan menekankan pada kompetensi guru yang berkualitas dan mumpuni.
7.      Pemerintah juga diharapkan dapat melaksanakan secara efektif program penempatan guru di wilayah-wilayah pelosok Indonesia yang masih banyak membutuhkan guru dengan memberikan pendapatan yang sesuai.
8.      Pemerintah perlu bersungguh-sungguh merealisasikan anggaran pendidikan yang 20 % (dari APBN dan APBD) sebagai syarat upaya meningkatkan kualifikasi dan profesionalitas guru serta dunia pendidikan secara umum.

Adapun beberapa solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh guru di Indonesia, antara lain :
1.      Solusi Masalah Kualitas Guru
Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya. Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang berSDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.

2.      Solusi Masalah Jumlah Guru
Solusi dari masalah jumlah Guru sebenarnya menimbulkan sebuah dilema bagi pemerintah. Memang benar, seharusnya setiap kelas pada tiap sekolah idealnya, diisi oleh 15-20 anak. Akan tetapi jumlah penduduk Indonesia setiap tahun semakin banyak dan selalu mengalami peningkatan dibanding angka kematian. Terbatasnya lahan sekolah adalah salah satu alasannya. Maka, solusi untuk mengatasi jumlah Guru yang masih kurang adalah dengan cara memberi kesempatan bagi Mahasiswa sarjana pendidikan (S1) untuk menjadi Guru, akan tetapi harus diseleksi dengan sungguh-sungguh dan sesuai standarisasi kompetensi guru yang ada.

3.      Solusi Masalah Distribusi Guru
Salah satu cara menanggulangi permasalahan pemerataan pendistribusian guru yaitu dengan cara mendistribusikan guru PNS ke daerah terpencil dan terisolir sehingga anak-anak bisa mendapatkan pendidikan yang setara dengan daerah.
Namun pendistribusian guru belumlah merata, seharusnya pemerintah melakukan pendalaman persoalan tata kelola guru, mulai dari proses rekrutmen, pembinaan, peningkatan mutu, penyebaran, pengelolaan pegawai negeri sipil dan persoalan kesejahteraan.
4.      Solusi Masalah Kesejahteraan Guru
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Dalam pasal 14 UU Guru dan Dosen juga disebutkan bahwa guru itu berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan,rekreasi, maupun tunjangan di hari tua.

5.      Solusi Masalah Kesalahan Guru dalam Pembelajaran
Sebagai manusia biasa, tentu saja guru tidak akan terlepas dari kesalahan baik dalam berperilaku maupun dalam melaksanakan tugas pokoknya mengajar. Namun demikian, bukan berarti kesalahan guru harus dibiarkan dan tidak dicarikan cara pemecahannya. Guru harus mampu memahami kondisi-kondisi yang memungkinkan dirinya berbuat salah, dan yang paling penting adalah mengendalikan diri serta menghindari dari kesalahan-kesalahan.
a)           Guru harus menyusun perencanaan pembelajaran secara benar. Dengan persiapan yang terencana baik, maka hasil pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai, guru harus selalu membuat dan melihat persiapan setiap mau melakukan kegiatan pembelajaran, serta merevisi sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan perkembangan zamannya. Harus selalu diingat mengajar tanpa persiapan merupakan jalan pintas dan dapat merugikan perkembangan peserta didik.
b)          Guru perlu belajar untuk menangkap perilaku positif yang ditunjukan oleh para peserta didik, lalu segera memberi hadiah atas perilaku tersebut dengan pujian dan perhatian, disisi lain, guru harus memperhatikan perilaku-perilaku peserta didik yang negatif, dan meniadakan perilaku-perilaku tersebut agar agar tidak terulang kembali. Guru dapat memberi teladan berbagai perilaku peserta negatif, misalnya melalui ceritera dan ilustrasi, dan memberikan pujian kepada mereka karena tidak melakukan perilaku negatif tersebut.
c)           Mendisiplinkan peserta didik ketika kondisi guru tenang, menggunakan disiplin waktu, menghindari menghina peserta didik, memilih hukuman yang tepat, dan menggunakan disiplin sebagai alat pembelajaran.
d)          Guru seharusnya dapat mengidentifikasi perbedaan individual peserta didik, dan menetapkan karakteristik umum yang menjadi cirri kelasnya, dari ciri-ciri individual yang menjadi karakteristik umumlah seharusnya guru memulai pembelajaran. Dalam hal ini, guru juga harus memahami ciri-ciri peserta didik yang harus dikembangkan dan yang harus diarahkan kembali.
e)           Guru harus menjadi pembelajar sepanjang hayat, yang senantiasa menyesuaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan perkembangan yang terjadi dimasyarakat.
f)           Guru harus bertindak adil terhadap peserta didik tanpa terkecuali, selalu bertindak objektif untuk mengetahui benar kemampuan peserta didik tanpa ada kebohongan.
g)          Guru hendaknya tidak mencampur masalah pribadi dengan masalah keprofesionalan guru karena hal tersebut akan mempengaruhi perkembangan dan hasil belajar peserta didik










BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
A.      Deskripsi Guru
Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan megevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pedidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

B.     Permasalahan yang dihadapi Guru di Indonesia
1.      Masalah kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia masih memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya, seagaimana disebutkan dalam pasal 39 UU No. 20/2003
Bila diukur dari pernyataan akademis, baik menyangkut pendidikan minimal maupun kesesuaian bidang study dengan pelajaran yang harus diberikan kepada anak didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi kualitas mengajar (under quality).
Pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi sebagai cermin kualitas. Tenaga pengajar memberikan andil yang sangat besar pada pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tigkat kesejahteraan guru.
2.      Jumlah Guru
Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, karena jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yang tersedia saat ini, dirasakan masih kurang proporsional. Sehingga tidak jarang satu ruang kelas sering di isi lebih dari 30 anak didik. Sebuah kelas yang ideal adalah diisi tidak lebih dari 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.


3.      Distribusi Guru
Salah satu permasalahan dunia pendidikan yang dihadapi saat ini adalah masalah pemerataan distribusi guru. Dan persoalan yang mendasar tentang guruada pada kekurangan jumlah yangbersifat menahun. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah perlu melakukan pendalaman tata kelola guru.

4.      Kesejahteraan Guru
Masalah kesejahteraan guru menitik beratkan pada masalah penghasilan/ gaji. Penghasilan guru dirasa kurang, oleh karena itu banyak guru mencari pengh`silan tambahan, di luar tugas pokok mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis di sekolah dimana mereka mengajar.
5.      Kesalahan Guru dalam mengajar
1)      Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran.
2)      Menunggu peserta didik berprilaku negatif.
3)      Menggunaka destructive disiplin.
4)      Mengabaikan perbedaan peserta didik.
5)      Merasa paling pandai.
6)      Tidak adil (diskriminatif).
7)      Memaksa hak peserta didik.



C.     Solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Guru di Indonesia.
1.      Masalah kualitas Guru
Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.

2.      Jumlah Guru
Solusi untuk mengatasi jumlah Guru yang masih kurang adalah dengan cara memberi kesempatan bagi Mahasiswa sarjana pendidikan (S1) untuk menjadi Guru, akan tetapi harus diseleksi dengan sungguh-sungguh dan sesuai standarisasi kompetensi guru yang ada.

3.      Distribusi Guru
Untuk mengatasi masalah distribusi guru, pemerintah perlu melakukan pendalaman tentang tata kelola guru/ sistem pendistribusian guru di seluruh wilayah negara Indonesia.
4.      Kesejahteraan Guru
Adanya UU Guru dan Dosen yang mengatur tentang kesejahteraan guru diharapkan bisa menjadikan kehidupan guru menjadi sejahtera. Dimana seorang guru juga berhak menadapatkan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum yaitu pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun tunjangan di hari tua.

5.      Kesalahan Guru dalam mengajar
Terdapat solusi untuk menghadapi bahkan menghindari masing-masing kesalahan yang dilakukan guru untuk mencapai hasil yang diharapkan, seperti mengajar dengan persiapan, selalu peduli dengan perkembangan peserta didik, disiplin, memperhatikan perbedaan/ kekhas-an peserta didik, tidak merasa paling pandai, adil, serta tidak menampur adukkan masalah pribadi, bisnis dan pendidikan.












DAFTAR PUSTAKA

Kusnandar, S.Pd., M.Si. 2011. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Mulyasa, E. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Prof. Dr. Danim, dkk. 2011. Profesi Kependidikan. Bandung: Alfabeta, cv.
Undang – undang RI No. 14 dan No. 20 tahun 2003. Guru dan Dosen. SISDIKNAS. Jakarta: Wacana Intelektual.



















LAMPIRAN




1 komentar: