BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan
adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia. Tanpa adanya pendidikan,
manusia tidak akan mampu meningkatkan level kehidupan, ini mencakup tingkat
kesejahteraan, tingkat kedudukan, dan tingkat peradaban. Hal ini membuat negara
di seluruh penjuru dunia berlomba meningkatkan mutu pendidikannya, tak
terkecuali Indonesia. Karena pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (SISDIKNAS.
2003: 3)
Hakikat pendidikan merupakan usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik di dalam dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. Dalam arti yang luas pendidikan berisi
tiga pengertian, yaitu: pendidikan, pengajaran, dan pelatiahan. Pendidikan
mengandung suatu pengertian yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek kepribadian
manusia.pendidikan menyangkut hati nurani, nilai-nilai, perasan, pengetahuan,
dan ketrampilan.
Pendidikan bertujuan untuk mencapai
kepribadian individu yang lebih baik, bukan untuk merusak kepribadian.
Nilai-nilai yang ditrasformasikan mencakup nilai-nilai religi, nilai-nilai
kebudayaan, nilai pengetahuan, dan teknologi, serta nilai ketrampilan.
Nilai-nilai tersebut di transformasikan dalam rangka mempertahankan dan
mengembangkan kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Tujuan pendidikan merupakan
suatu gambaran dari falsafah hidup atau pandangan hidup manusia,baik secara
perorangan maupun kelompok(bangsa dan negara).
Kegiatan
pembelajaran di sekolah adalah kegiatan pendidikan pada umumnya, yang
menjadikan siswa menuju keadaan yang lebih baik. Pendidikan dalam hal ini
sekolah tidak dapat lepas dari peran guru sebagai fasilitator dalam penyampaian
materi. Profesionalisme seorang guru sangatlah dibutuhkan guna terciptanya
suasana proses belajar mengajar yang efisien dan efektif dalam pengembangan
siswa yang memiliki kemampuan beragam. Pembelajaran pada dasarnya adalah proses
interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan
perilaku kearah yang lebih baik.
Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan
fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak
jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di
tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan
nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak
didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah
orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global.
Permasalahan pendidikan
di Indonesia adalah pendidikan yang
diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang antara belajar yang
berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Sistem pendidikan juga mengalami masalah dari atas ke
bawah. Sistem pendidikan ini tidak membebaskan
karena para peserta didik dianggap manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru
mentransfer pengetahuan ke peserta didik dan bila sewaktu-waktu diperlukan,
pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Peserta didik hanya menampung apa
saja yang disampaikan guru. Permasalahan selanjutnya model pendidikan di Indonesia dimana manusia yang
dihasilkan hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap
kritis terhadap zamannya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
deskripsi Guru?
2. Bagaimana
permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia?
3. Bagaimana
solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Guru di Indomesia?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui deskripsi Guru.
2. Untuk
mengetahui permasalahan yang dihadapi Guru di Indomesia.
3. Untuk
mengetahui solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Guru di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi Guru
Guru adalah pendidik
professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan megevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pedidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Secara etimologis atau dalam
arti sempit guru yang berkawajiban mewujudkan program kelas adalah orang yang
kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran disekolah/kelas. Secara lebih luas
guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang
ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan
masing-masing. Guru dalam pengertian terakhir bukanlah sekedar orang yang
berdiri didepan kelas untuk menyampaikan materi pengatahuan tertentu, akan
tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta
kreatif dalam mengarahkan perkembangan peserta didiknya untuk menjadi anggota
masyarakat sebagai orang dewasa.
Banyak orang berpendapat bahwa
guru hanya bertugas menyampaikan sejumlah materi kepada peserta didik di dalam
suatu kelas. Sehingga interaksi yang terjadi hanya satu arah dan menjadikan
peserta didik menjadi pasif dalam proses belajar mengajar. Dan dalam proses
pembelajaran itu menjadikan guru dan buku pelajaran sebagai pusat kegiatan
kelas.
2.2 Permasalahan yang dihadapi Guru di
Indonesia
Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan
salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting
dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal, informal maupun
nonformal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan
di tanah air, guru tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan
dengan eksistensi mereka. Namun dalam kenyataannya segala hal mengenai
pendidikan tidak terlepas dari permasalahan yang timbul terutama dalam proses
pembelajaran. Padahal sedikit saja masalah yang timbul akan mempengaruhi hasil
yang akan dicapai. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh guru di
Indonesia antara lain :
1.
Masalah Kualitas Guru
Kualitas guru Indonesia, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan.
Berdasarkan data tahun 2002/2003, dari 1,2
juta guru SD saat ini, hanya 8,3%nya yang berijasah sarjana. Realitas semacam
ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum
lagi masalah, dimana seorang guru (khususnya SD), sering mengajar lebih dari
satu mata pelajaran (guru kelas) yang tidak jarang, bukan merupakan inti dari
pengetahuan yang dimilikinya, hal seperti ini tentu saja dapat mengakibatkan
proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal.
Keadaan guru di Indonesia juga amat
menyedihkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk
menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu
merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian
dan melakukan pengabdian masyarakat.
Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun
secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Secara
umum, para guru di Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan optimal,
karena pemerintah masih kurang memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya
meningkatkan profesionalismenya. Secara kuantitatif, sebenarnya jumlah guru di
Indonesia relatif tidak terlalu buruk. Apabila dilihat ratio guru dengan siswa,
angka-angkanya cukup bagus yakni di SD 1:22, SLTP 1:16, dan SMU/SMK 1:12.
Meskipun demikian, dalam hal distribusi guru ternyata banyak mengandung
kelemahan yakni pada satu sisi ada daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah
guru, dan di sisi lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam
banyak kasus, ada SD yang jumlah gurunya hanya tiga hingga empat orang,
sehingga mereka harus mengajar kelas secara paralel dan simultan.
Bila diukur dari persyaratan akademis, baik menyangkut pendidikan
minimal maupun kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan
kepada anak didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi kualitas mengajar
(under quality).
Hal itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum
sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak
sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa
lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya
lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia sebenarnya tidak
memenuhi kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi seperti itu, diharapkan
pendidikan yang berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat mencerdaskan
kehidupan anak dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak didik. “Sangat
kurang tepat bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak didik, namun
mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu
keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan
dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil
sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas
guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat
kesejahteraan guru.
2.
Jumlah Guru yang Masih Kurang
Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila
dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per
kelas dengan jumlah guru yag tersedia saat ini, dirasakan masih kurang
proporsional, sehingga tidak jarang satu ruang kelas sering di isi lebih dari
30 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar
dan mengajar yang di anggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih
dari 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang
maksimal.
3.
Masalah Distribusi Guru
Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah
tersendiri dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil,
masing sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik
karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan
kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan.
Pendidikan seharusnya menjadi skala prioritas bagi
agenda pembangunan pemerintahan daerah. Akselerasi pembangunan pendidikan yang
sedang dilaksanakan saat ini merupakan bagian dari upaya perbaikan dan
peningkatan kualitas SDA. Pembangunan pendidikan di daerah harus bersifat
adil,partisipatif, dan terintegrasi sehingga kesenjangan mutu yang ada saat ini
dapat diatasi dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Salah satu permasalahan dunia pendidikan
yang di hadapi saat ini adalah masalah pemerataan distribusi guru. Masalah
pemerataan distribusi guru akan menjadi perhatian serius Dinas
Pendidikan,banyak dinas pendidikan kabupaten atau kota mengajukan permintaan
tenaga kependidikan .Proyek percontohan bermutu kemendiknas yang didukung pendanaan
dari Bank Dunia, memfasilitasi Dinas Pendidikan untuk meninjau, menganalisis
dan mengembangkan rekomendasi-rekomendasi di bidang pengelolaan guru. Rasionya
seringkali memperlihatkan bahwa kabupaten atau kota mengalami kelebihan guru
dan bahasa ketimpangan yang besar terjadi antara kota dan kecamatan. Penyebaran
guru tidak merata di seluruh system pendidikan yang terkonsentrasi di
sekolah-sekolah perkotaan. Sedangkan yang bersedia mengajar di daerah pedesaan
hanya sedikit.
Distribusi guru hingga kini masih timpang
sehingga terkesan bahwa persoalan mendasar tentang guru ada pada kekurangan
jumlah yang bersifat menahun, padahal fakta menunjukkan bahwa rasio guru-siswa
Indonesia terbilang sangat cukup bahkan cukup baik jika di bandingkan dengan
beberapa Negara maju lainnya.
4.
Masalah Kesejahteraan Guru
Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat
kesejahteraan guru-guru kita sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru,
dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus
sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi seperti ini, telah merangsang
sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok
mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis di lingkungan sekolah dimana mereka
mengajar. Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat meningkatkan
profesinalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis
di sekolah.
5.
Kesalahan yang Sering Dilakukan Guru dalam
Proses Belajar Mengajar
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan
keahlian khusus atas nama pengabdian guna pencapaian tujuan pendidikan nasional
yang menyeluruh. Berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatan kualitas
guru, namun tidak dapat dipungkiri jika guru sebagai manusia pernah melakukan
kesalahan dalam menunaikan tugas dan fungsinya tanpa disadari. Dimana kesalahan
sekecil apapun kesalahan yang dilakukan guru dalam pembelajaran akan
mempengaruhi perkembangan peserta didik. Kesalahan-kesalahan yang sering
dilakukan guru dalam proses belajar mengajar menurut E. Mulyasa dari berbagai
hasil kajian, antara lain :
a) Mengambil Jalan Pintas dalam
Pembelajaran
Mendidik, mengajar serta
membimbing peserta didik merupakan tugas guru dalam proses pembelajaran. Guru
harus memiliki kemampuan
untuk memahami peserta didik dengan berbagai macam karakter agar mampu membantu
mereka dalam menghadapi kesulitan belajar. Oleh karena itu, guru dituntut untuk
memahami berbagai model pembelajaran yang efektif agar dapat membimbing peserta
didik secara optimal. Dalam hal perencanaan, guru dituntut untuk membuat
persiapan mengajar yang efektif dan efisien. Namun tidak sedikit guru yang
merasa sudah dapat mengajar dengan baik serta mengambil jalan pintas dengan
tidak membuat persiapan ketika akan melakukan pembelajaran, sehingga guru yang
mengajar tanpa persiapan berakibat pembelajaran di kelas berlangsung seadanya
dan tanpa arah. Mengajar tanpa pesiapan, selain merugikan guru sebagai tenaga
professional juga akan sangat mengganggu perkembangan peserta didik. Banyak
perilaku guru yang negatif dan menghambat perkembangan peserta didik yang
diakibatkan oleh perilaku guru yang mengambil jalan pintas dalam pembelajaran.
b) Menunggu Peserta Didik Berperilaku
Negatif
Dalam
pembelajaran di kelas, guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik yang
semuanya ingin diperhatikan. Peserta didik akan berkembang secara optimal
melalui perhatian guru yang positif, sebaliknya perhatian yang negatif akan
menghambat perkembangan peserta didik. Mereka senang jika mendapat pujian dari
guru dan merasa kecewa jika kurang diperhatikan. Namun kebanyakan guru salah
paham tentang mengajar, dengan anggapan mengajar adalah menyampaikan materi
kepada peserta didik dan memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Tidak
sedikit guru yang sering mengabaikan perkembangan kepribadian peserta didik,
serta lupa memberikan pujian kepada mereka yang berbuat baik dan tidak membuat
masalah. Banyak peserta didik berperilaku negatif seperti kurang disiplin,
mengganggu teman tidak mengerjakan pekerjaan rumah dan lainnya agar mendapatkan
perhatian dari guru karena jika peserta didik terlibat masalah maka sudah
kewajiban guru untuk membimbing dan memperhatikan peserta didik untuk
menyelesaikan masalah tersebut, sehingga perhatian guru yang diberikan ke peserta
didik akan mempengaruhi perkembangan peserta didik.
c) Menggunakan Destructive Discipline
Dalam pembelajaran sangat
diperlukan tindakan yang disiplin baik dari pihak guru maupun peserta didik
sendiri. Jika guru tidak memiliki rencana tindakan yang benar, maka dapat
terjadi kesalahan yang tidak semestinya. Misalnya, guru memberikan hukuman kepada
peserta didik tanpa melihat latar belakang kesalahan yang dilakukannya
terkadang hukuman melebihi hal yang wajar kemudian guru memberikan tugas-tugas
yang harus dikerjakan peserta didik di luar kelas (Pekerjaan Rumah), namun
jarang sekali guru yang mengoreksi pekerjaan peserta didik dan mengembalikannya
dengan berbagai komentar, kritik dan saran untuk kemajuan peserta didik. Yang
sering dialami peserta didik adalah gru sering memberikan tugas, tetapi tidak
pernah memberi umpan balik terhadap tugas-tugas yang dikerjakan. Tindakan
tersebut merupakan upaya pembelajaran dan penegakan disiplin yang destruktrif,
yang sangat merugikan perkembangan peserta didik. Tindakan destructive
discipline yang dilakukan oleh guru dapat menimbulkan masalah yang fatal, yang tidak
hanya mengancam perkembanganpeserta didik, tetapi juga mengancam keselamatan
guru akibat penegakan disiplin yang kurang efektif.
d) Mengabaikan Perbedaan Peserta Didik
Tidak sedikit guru yang lupa
memperhatikan perbedaan peserta didik dan tanpa sadra mengabaikan perbedaan
peserta didik. Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang unik, seperti kekuatan, kelemahan, minat, dan perhatian
yang berbeda-beda, latar belakang keluarga, latar belakang sosial ekonomi, dan
lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam aktifitas, kreatifitas,
intelegensi, dan kompetensinya. Memang hal tersebut tidaklah mudah, guru sering
kesulitan untuk mengetahui perbedaan-perbedaan peserta didik terutama di kelas
besar. Guru harus mampu mengoptimalkan bakat, minat, skill dan kemampuan
peserta didik serta senantiasa membimbing peserta didik dalam mengeksplor diri
mereka untuk pencapaian yang sesuai dengan karakteristik mereka.
e) Merasa Paling Pandai
Kesalahan ini berangkat dari
kondisi bahwa pada umumnya para peserta didik disekolahnya relatif lebih muda
dari gurunya, sehingga guru merasa bahwa peserta didik tersebut lebih bodoh
dibanding dirinya, peserta didik dipandang sebagai gelas yang perlu di isi air
ke dalamnya. Hal tersebut tidak lagi bersesuaian dengan perkembangn zaman sekarang,
karena dalam kondisi seperti saat ini peserta didik dapat belajar melalui
internet dan berbagai media massa, yang mungkin guru belum menikmatinya.
Sehingga tidak menutup kemungkinan peserta didik bias lebih pandai dari
gurunya. Oleh sebab itu sebagai tenaga professional, guru harus senantiasa
belajar dan terus belajar sebagai tuntutan era globalisasi.
f) Tidak Adil (Diskriminatif)
Suatu pembelajaran yang
menimbulkan hasil baik dan efektif adalah yang mampu memberi kemudahan belajar
secara adil dan merata, sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensinya
secara optimal. Keadilan dalam pembelajaran meupakan kewajiban guru dan hak
peserta didik untuk memperolehnya. Dalam prakteknya banyak guru yang tidak
adil, sehingga merugikan perkembangan peserta didik yang menimbulkan
kecemburuan sosial, dan ini merupakan kesalahan guru yang sering dilakukan,
terutama dalam penilaian. Penilaian merupakan upaya untuk memberikan
penghargaan kepada peserta didik sesuai dengan usaha yang dilakukannya selama
proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam memberikan penilaian harus
dilakukan secara adil serta objektif, dan benar-benar merupakan cermin dari
kemampuan dan perilaku peserta didik.
g) Memaksa Hak Peserta Didik
Memaksa hak peserta didik
merupakan kesalahan yang sering dilakukan guru, sebagai akibat dari kebiasaan
guru berbisnis dalam pembelajaran, sehingga menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan keuntungan. Guru boleh saja memiliki pekerjaan sampingan,
memperoleh penghasilan tambahan, itu sudah menjadi haknya, tetapi tindakan
memaksa bahkan mewajibkan peserta didik untuk membeli buku tertentu sangat
fatal serta kurang bisa digugu dan ditiru. Sebatas menawarkan boleh saja,
tetapi kalau memaksa kasihan bagi orang tua yang tidak mampu, selain itu hal
tersebut akan mempengaruhi kondisi peserta didik itu sendiri menjadi tidak
baik.
2.3. Solusi untuk mengatasi permasalahan
yang dihadapi Guru di Indonesia
Dengan menilik kondisi dan
perkembangan dunia yang semakin menglobal sementara kedudukan guru yang tidak
tergeserkan dalam fungsinya sebagai pencerdas bangsa dan memajukan dunia
pendidikan, tentunya
menjadi ‘kemestian’ kata kunci ‘profesional’ guru yang wajib selalu
ditingkatkan disamping perlu juga dilakukan program-program lain yang
mendukung.
Karena itu, guru jangan sampai hanya disibukkan dengan mengajar saja (meski memang sudah menjadi aktivitas rutin yang dilakoni guru), tapi juga harus mampu menampilkan profesionalitasnya dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Beberapa hal yang perlu dilakukan, adalah :
Karena itu, guru jangan sampai hanya disibukkan dengan mengajar saja (meski memang sudah menjadi aktivitas rutin yang dilakoni guru), tapi juga harus mampu menampilkan profesionalitasnya dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Beberapa hal yang perlu dilakukan, adalah :
1. Dengan
karya nyata dan sikap seorang gurulah yang mampu mengangkat harkat dan
martabatnya serta diakui keprofesionalannya oleh masyarakat.
2. Guru
perlu berpikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya guru harus melakukan
pengayaan dan pembaruan di bidang ilmu, pengetahuan dan teknologi yang
dimilikinya secara terus menerus.
3. Mengefektifkan
perubahan budaya mendengar dan mendongeng menjadi budaya membaca, menulis, dan
diskusi. Karena dengan budaya membaca, menulis, dan diskusi akan tumbuh
kehidupan ilmiah di tengah masyarakat khususnya kalangan guru.
4. Guru
harus paham dan melakukan penelitian-penelitian guna mendukung efektifitas
pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru
tidak terjebak dengan praktek pengajaran yang menurut asumsinya sudah efektif,
namun kenyataannya justru bisa mematikan kreativitas peserta didiknya. Begitu
juga, dengan dukungan hasil penelitian dapat memungkinkan guru untuk melakukan
pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. Gurupun
mesti mampu melakukan dialektika dengan realitas kehidupan (kontekstual) hari
ini. Hal ini dianggap penting, karena tanpa adanya dialektika dengan realitas
kehidupan akan kehilangan makna dan konteks pembelajaran yang disampaikan,
sehingga proses pembelajaran nantinya seperti di ruang hampa, hanya ilusi atau
sekedar fatamorgana. Berdialektika dengan realitas kehidupan maka fungsi
pragmatis akan bersinergi dengan fungsi idealis, sehingga akan berguna dalam
pemberian makna pembelajaran bagi masa kekinian maupun masa yang akan datang.
6. Bagi
pemerintah, penting untuk mengkaji ulang kurikulum perkuliahan institusi
penghasil guru, dengan menekankan pada kompetensi guru yang berkualitas dan
mumpuni.
7. Pemerintah
juga diharapkan dapat melaksanakan secara efektif program penempatan guru di
wilayah-wilayah pelosok Indonesia yang masih banyak membutuhkan guru dengan memberikan
pendapatan yang sesuai.
8. Pemerintah
perlu bersungguh-sungguh merealisasikan anggaran pendidikan yang 20 % (dari
APBN dan APBD) sebagai syarat upaya meningkatkan kualifikasi dan
profesionalitas guru serta dunia pendidikan secara umum.
Adapun beberapa
solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh guru di Indonesia, antara lain :
1.
Solusi Masalah
Kualitas Guru
Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya
praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan.
Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan
kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan
berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa,
misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi
pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya. Maka dengan adanya
solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan
di Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan
generasi-generasi baru yang berSDM tinggi, berkepribadian pancasila dan
bermartabat.
2.
Solusi Masalah
Jumlah Guru
Solusi
dari masalah jumlah Guru sebenarnya menimbulkan sebuah dilema bagi pemerintah.
Memang benar, seharusnya setiap kelas pada tiap sekolah idealnya, diisi oleh
15-20 anak. Akan tetapi jumlah penduduk Indonesia setiap tahun semakin banyak
dan selalu mengalami peningkatan dibanding angka kematian. Terbatasnya lahan
sekolah adalah salah satu alasannya. Maka, solusi untuk mengatasi jumlah Guru
yang masih kurang adalah dengan cara memberi kesempatan bagi Mahasiswa sarjana
pendidikan (S1) untuk menjadi Guru, akan tetapi harus diseleksi dengan
sungguh-sungguh dan sesuai standarisasi kompetensi guru yang ada.
3.
Solusi Masalah
Distribusi Guru
Salah satu cara menanggulangi permasalahan pemerataan pendistribusian
guru yaitu dengan cara mendistribusikan guru PNS ke daerah terpencil dan
terisolir sehingga anak-anak bisa mendapatkan pendidikan yang setara dengan daerah.
Namun pendistribusian guru belumlah merata, seharusnya pemerintah
melakukan pendalaman persoalan tata kelola guru, mulai dari proses rekrutmen,
pembinaan, peningkatan mutu, penyebaran, pengelolaan pegawai negeri sipil dan
persoalan kesejahteraan.
4.
Solusi Masalah
Kesejahteraan Guru
Dengan adanya UU Guru dan
Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU
itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan
guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain
meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi,
dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan
tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak
atas rumah dinas.
Dalam pasal 14 UU Guru dan
Dosen juga disebutkan bahwa guru itu berhak memperoleh penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Yang dimaksud dengan
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang,
pangan, papan, kesehatan, pendidikan,rekreasi, maupun tunjangan di hari tua.
5.
Solusi Masalah
Kesalahan Guru dalam Pembelajaran
Sebagai manusia biasa, tentu
saja guru tidak akan terlepas dari kesalahan baik dalam berperilaku maupun
dalam melaksanakan tugas pokoknya mengajar. Namun demikian, bukan berarti
kesalahan guru harus dibiarkan dan tidak dicarikan cara pemecahannya. Guru
harus mampu memahami kondisi-kondisi yang memungkinkan dirinya berbuat salah,
dan yang paling penting adalah mengendalikan diri serta menghindari dari
kesalahan-kesalahan.
a)
Guru harus menyusun perencanaan pembelajaran secara benar.
Dengan persiapan yang terencana baik, maka hasil pembelajaran yang diharapkan
dapat tercapai, guru harus selalu membuat dan melihat persiapan setiap mau
melakukan kegiatan pembelajaran, serta merevisi sesuai dengan kebutuhan peserta
didik, dan perkembangan zamannya. Harus selalu diingat mengajar tanpa persiapan
merupakan jalan pintas dan dapat merugikan perkembangan peserta didik.
b)
Guru perlu belajar untuk menangkap perilaku positif yang
ditunjukan oleh para peserta didik, lalu segera memberi hadiah atas perilaku
tersebut dengan pujian dan perhatian, disisi lain, guru harus memperhatikan
perilaku-perilaku peserta didik yang negatif, dan meniadakan perilaku-perilaku
tersebut agar agar tidak terulang kembali. Guru dapat memberi teladan berbagai
perilaku peserta negatif, misalnya melalui ceritera dan ilustrasi, dan memberikan
pujian kepada mereka karena tidak melakukan perilaku negatif tersebut.
c)
Mendisiplinkan peserta didik ketika kondisi guru tenang,
menggunakan disiplin waktu, menghindari menghina peserta didik, memilih hukuman
yang tepat, dan menggunakan disiplin sebagai alat pembelajaran.
d)
Guru seharusnya dapat mengidentifikasi perbedaan individual
peserta didik, dan menetapkan karakteristik umum yang menjadi cirri kelasnya,
dari ciri-ciri individual yang menjadi karakteristik umumlah seharusnya guru
memulai pembelajaran. Dalam hal ini, guru juga harus memahami ciri-ciri peserta
didik yang harus dikembangkan dan yang harus diarahkan kembali.
e)
Guru harus menjadi pembelajar sepanjang hayat, yang
senantiasa menyesuaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan perkembangan
yang terjadi dimasyarakat.
f)
Guru harus bertindak adil terhadap peserta didik tanpa
terkecuali, selalu bertindak objektif untuk mengetahui benar kemampuan peserta
didik tanpa ada kebohongan.
g)
Guru hendaknya tidak mencampur masalah pribadi dengan
masalah keprofesionalan guru karena hal tersebut akan mempengaruhi perkembangan
dan hasil belajar peserta didik
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
A.
Deskripsi
Guru
Guru
adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan megevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pedidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan
menengah.
B.
Permasalahan yang
dihadapi Guru di Indonesia
1. Masalah
kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia masih
memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai
untuk menjalankan tugasnya, seagaimana disebutkan dalam pasal 39 UU No. 20/2003
Bila diukur dari pernyataan akademis,
baik menyangkut pendidikan minimal maupun kesesuaian bidang study dengan
pelajaran yang harus diberikan kepada anak didik, ternyata banyak guru yang
tidak memenuhi kualitas mengajar (under quality).
Pengajaran merupakan titik sentral
pendidikan dan kualifikasi sebagai cermin kualitas. Tenaga pengajar memberikan
andil yang sangat besar pada pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya
tigkat kesejahteraan guru.
2. Jumlah
Guru
Jumlah
guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, karena jumlah murid per
kelas dengan jumlah guru yang tersedia saat ini, dirasakan masih kurang
proporsional. Sehingga tidak jarang satu ruang kelas sering di isi lebih dari
30 anak didik. Sebuah kelas yang ideal adalah diisi tidak lebih dari 15-20 anak
didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.
3. Distribusi
Guru
Salah satu permasalahan dunia pendidikan
yang dihadapi saat ini adalah masalah pemerataan distribusi guru. Dan persoalan
yang mendasar tentang guruada pada kekurangan jumlah yangbersifat menahun.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah perlu melakukan pendalaman tata
kelola guru.
4. Kesejahteraan
Guru
Masalah kesejahteraan guru menitik
beratkan pada masalah penghasilan/ gaji. Penghasilan guru dirasa kurang, oleh
karena itu banyak guru mencari pengh`silan tambahan, di luar tugas pokok mereka
sebagai pengajar, termasuk berbisnis di sekolah dimana mereka mengajar.
5. Kesalahan
Guru dalam mengajar
1) Mengambil
jalan pintas dalam pembelajaran.
2) Menunggu
peserta didik berprilaku negatif.
3) Menggunaka
destructive disiplin.
4) Mengabaikan
perbedaan peserta didik.
5) Merasa
paling pandai.
6) Tidak
adil (diskriminatif).
7) Memaksa
hak peserta didik.
C.
Solusi untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi Guru di Indonesia.
1. Masalah
kualitas Guru
Solusi untuk masalah-masalah teknis
dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di
samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan
membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan
kualitas guru.
2. Jumlah
Guru
Solusi untuk mengatasi
jumlah Guru yang masih kurang adalah dengan cara memberi kesempatan bagi
Mahasiswa sarjana pendidikan (S1) untuk menjadi Guru, akan tetapi harus
diseleksi dengan sungguh-sungguh dan sesuai standarisasi kompetensi guru yang
ada.
3. Distribusi
Guru
Untuk mengatasi masalah distribusi guru,
pemerintah perlu melakukan pendalaman tentang tata kelola guru/ sistem
pendistribusian guru di seluruh wilayah negara Indonesia.
4. Kesejahteraan
Guru
Adanya UU Guru dan Dosen yang mengatur
tentang kesejahteraan guru diharapkan bisa menjadikan kehidupan guru menjadi
sejahtera. Dimana seorang guru juga berhak menadapatkan penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum yaitu pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan,
kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun tunjangan di hari tua.
5. Kesalahan
Guru dalam mengajar
Terdapat solusi untuk menghadapi bahkan
menghindari masing-masing kesalahan yang dilakukan guru untuk mencapai hasil
yang diharapkan, seperti mengajar dengan persiapan, selalu peduli dengan
perkembangan peserta didik, disiplin, memperhatikan perbedaan/ kekhas-an
peserta didik, tidak merasa paling pandai, adil, serta tidak menampur adukkan
masalah pribadi, bisnis dan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Kusnandar, S.Pd., M.Si. 2011. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Mulyasa, E. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Prof. Dr. Danim, dkk. 2011. Profesi Kependidikan. Bandung: Alfabeta, cv.
Undang – undang
RI No. 14 dan No. 20 tahun 2003. Guru dan Dosen.
SISDIKNAS. Jakarta: Wacana Intelektual.
LAMPIRAN
Makasih artikelnya sangat inspiratif
BalasHapus